Minggu, 21 September 2014

Pakaian Adat Nusantara

Haii.. kali ini saya akan mengulas mengenai pakaian adat nusantara, yang biasa kita temui di hari-hari besar nasional, juga pernikahan yang menggunakan adat nusantara.


1. Jawa Tengah


Untuk acara-acara resmi, wanita Jawa menggunakan pakaian adat Jawa Tengah yang menggunakan peniti renteng, dipadukan dengan kain batik sebagai bawahannya. Rambut wanita Jawa yang panjang digelung atau dikonde, dan dilengkapi dengan tusuk rambut yang sesuai macamnya dengan perhiasan lain yang dia kenakan, seperti kalung, gelang, cincin, tak lupa juga kipas sebagai pelengkap aksesoris yang mereka pakai.
Pada pakaian adat Jawa Tengah bagi wanita, baju kebaya dipakai dengan kain jarik yang diwiru atau dilipat kecil-kecil dan dililitkan ke kiri dan ke kanan. Jarik lalu ditutup dengan menggunakan stagen atau kain yang dililit di perut agar jarik tidak mudah lepas. Untuk menutup stagen, wanita Jawa Tengah memakai selendang berwarna pelangi dari kain tenun berwarna semarak/cerah. Pakaian mereka biasanya dilengkapi dengan aksesoris seperti cincin, gelang, kalung, subang (anting) dan tusuk konde yang berwarna dan bertema senada.

Pakaian Pria
Bagi priyayi keraton, baju beskap bermotif bunga merupakan pakaian adat Jawa Tengah yang harus mereka pakai dalam kesehariannya. Di kepala, mereka memakai blangkon atau biasa disebut destar, dan bawahan yang kurang lebih bermodel sama seperti pakaian adat bagi wanita: kain jarik yang pemakaiannya dilapisi stagen agar tidak mudah terlepas. Mereka juga menggunakan alas kaki yang disebut cemila dana membawa keris yang disematkan pada stagen mereka di bagian punggung atau belakang di stagen. Pakaian pria Jawa yang seperti ini disebut sebagai pakaian Jawi Jangkep, atau pakaian adat Jawa lengkap dengan kerisnya.
Sedangkan di kalangan rakyat selain para priyayi, para lelaki menggunakan celana pendek selutut atau celana kolor yang berwarna hitam dengan baju atasan lengan panjang. Di samping itu mereka juga mengenakan ikat pinggang yang berukuran besar, ikat di kepala, dan kain sarung. Untuk mengetahui lebih banyak keterangan tentang pakaian adat, anda bisa mencari gambar pakaian adat Jawa Tengah dan pakaian adat provinsi Jawa Tengah.
 
2. Bali
 

Pakaian adat Bali yang paling mewah adalah Busana Agung. Pakaian ini biasanya dikenakan saat rangkaian acara potong gigi atau perkawinan. Pakaian Adat Bali
Ada beberapa variasi dari Busana Agung dilihat dari tempat, waktu, dan keadaan. Kain yang digunakan dalam pakain adat Bali yang satu ini adalah wastra wali khusus untuk upacara atau wastra putih sebagai simbol kesucian. Tapi, tak jarang pula kain dalam pakaian adat Bali ini diganti dengan kain songket yang sangat pas untuk mewakili kemewahan atau prestise bagi pemakainya.

Sedangkan untuk kaum laki-laki Bali selain mengenakan kain tersebut sebagai pakaian adat Bali mereka juga mengenakan kampuh gelagan atau biasa disebut dodot yang dipakai hingga menutupi dada.

Sementara, perempuan Bali sebelum mengenakan Busana Agung biasanya menggunakan kain lapis dalam yang disebut sinjang atau tapih untuk mengatur langkah wanita agar terlihat anggun.

Pakaian adat Bali selain mempunyai nilai keindahan, tapi di dalamnya juga tersimpan nilai – nilai  filosofis dan simbolik yang tersembunyi dalam bentuk, fungsi, serta maknanya. Itulah sebabnya dalam pakaian adat Bali dihiasi oleh berbagai ornamen dan simbol yang mempunyai arti tersindiri.

 
3. NTT


Nusa Tenggara Timur beribukotanya Kupang, terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Penduduk di NTT merupakan masyarakat yang heterogen, selain terlihat dari perbedaan ciri-ciri fisik juga menunjukan bermacam suku-bangsa dengan latar belakang sejarah, bahasa dan tata kehidupan adat yang berbeda pula. Di Pulau Timor misalnya didiami oleh suku bangsa : Atoni atau Dawan, Tetun (Belu), Buna, dan Kemak. Suku bangsa Kisar di Pulau Kisar, suku bangsa Alor di Pulau Alor dan suku bangsa solor di Pulau Sokor. Selain itu terdapat suku bangsa Helong di Pulau Semau, suku Sabu di pulau Sabu, suku Sumba di Pulau Sumba, suku Rote di Pulau Rote, serta suku bangsa Manggarai, Ngada, Ende, Lio, Sikka, dan Larantuka di Pulau Flores.

Pakaian Harian di Kupang

Sehari-hari masyarakat Kupang dari berbagai suku mengenakan pakaian hampir seperti busana upacara adat namun tidak menggunakan aksesori dan perhiasan.

Pria mengenakan selimut dan kemeja putih dilengkapi dengan ikat pinggang besar dan dipergagah dengan pengikat bernama destar.

Sedangkan wanita memakai sarung dengan teknik dua kali lipatan dan dililit pada pinggang agar sarung tidak melorot jatuh ke bawah. Untuk bagian atas dikenakan kebaya saja yang disulam menyerupai kutang atau bra.

A. Suku Rote
Mayoritas suku Rote mendiami Kepulauan Rote, juga disebut Pulau Roti, adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Rote merupakan wilayah paling selatan Indonesia. Pulau ini terkenal dengan kekhasan budidaya lontar, wisata alam pantai, musik sasando, dan topi adat Ti’i Langga. Rote berstatus sebagai kabupaten dengan nama Kabupaten Rote Ndao.

Pulau-pulau kecil yang mengelilingi pulau Rote antara lain Pulau Ndao,Ndana, Naso, Usu, Manuk, Doo, Helina, Landu.

Pakaian Adat Pria Rote


Ti’i langga, yaitu penutup kepala yang berbentuk mirip dengan topi sombrero dari Meksiko. Ti’i langga terbuat dari daun lontar yang dikeringkan. Karena sifat alami daun lontar yang makin lama makin kering, maka ti’i langga pun akan berubah warna dari kekuningan menjadi makin cokelat. Bagian yang meruncing pada topi tersebut makin lama tidak akan tegak, tetapi cenderung miring dan sulit untuk ditegakkan kembali. Konon hal tersebut melambangkan sifat asli orang Rote yang cenderung keras. Selain itu, ti’i langga juga merupakan simbol kepercayaan diri dan wibawa pemakainya.

Ti’langga merupakan aksesoris dari pakaian tradisional untuk pria Rote. Tetapi pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat menarikan tarian tradisonal foti, perempuan menggunakan penutup kapala ini.

Baju


Baju adat rote berupa kemeja berlengan panjang berwarna putih polos. Tubuh bagian bawah ditutupi oleh sarung tenun berwarna gelap, kain ini menjuntai hingga menutupi setengah betis. Motif dari kain ini bermacam-macam, bisa berupa binatang, tumbuhan yang ada tersebar di di kawasan Nusa Tenggara Timur. Dari motif yang nampak dari kain tenun tersebut dapat dilihat daerah asal pembuatan kain tenun tersebut.

Asesories


Sebagai aksesoris sehelai kain tenun berukuran kecil diselempangkan di bagian bahu. Motifnya serasi dengan kain tenun pada sarungnya. Selain itu, sebilah golok juga diselipkan di pinggang depan.

Pakaian Adat Wanita Rote


Biasanya mengenakan baju kebaya pendek dan bagian bawahnya mengenakan kain tenun. Salah satu motif yang sering digunakan untuk menghiasi pakaian adat ini adalah motif pohon tengkorak.

Asesories

Sehelai selendang menempel pada bahunya. Rambut disanggul dan memakai hiasan berbentuk bulan sabit dengan tiga buah bintang. Hiasan tersebut disebut bulak molik. Bulan molik artinya bulan baru. Hiasan ini terbuat biasanya terbuat dari emas, perak, kuningan, atau perunggu yang ditempa dan dipipihkan, kemudian dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai bulan sabit.

Selain itu, Aksesoris lainnya adalah gelang, anting, kalung susun (habas), dan pending. Kalung susun atau habas terbuat dari emas atau perak yang merupakan warisan turun-temurun dari sebuah keluarga suku Rote. Terkadang, ada yang menanggap bahwa habas merupakan benda keramat yang dianggap memiliki kekuatan gaib.

Selain habas, aksesoris lainnya adalah pending. Pending merupakan perhiasan yang terbuat dari kuningan, tembaga, perak dan emas dan biasa dipakai di bagian pinggang. Motif yang sering muncul sebagai hiasan pending adalah motif bunga atau hewan unggas.

B. Suku Sabu

Suku Sabu merupakan suku mayoritas di Pulau Sabu atau Rai Hawu, bagian Kabupaten Kupang. Merupakan pulau terpencil dengan luas 460,78 kilo meter persegi berpenduduk sekitar 30.000 jiwa dengan sifat mobilitas tinggi. Karena itu penyebarannya keseluruh Nusa Tenggara Timur cukup menyolok. Dari Kabupaten Kupang Pulau tersebut dapat dijangkau dengan kapal laut selama 12 jam berlayar atau 45 menit dengan pesawat.

Pakaian Adat Pria Sabu

(http://www.kemendagri.go.id)

Baju adat Pria Sabu berupa ikat kepala, kemeja berlengan panjang berwarna putih polos. Tubuh bagian bawah ditutupi oleh sarung tenun dan sehelai kain tenun berukuran kecil diselempangkan di bagian bahu.

Pakaian Adat Wanita Sabu

Biasanya mengenakan baju kebaya pendek dan bagian bawahnya mengenakan kain tenun dua kali lilitan dan tanpa asesories.

Pakaian Pengantin Sabu

Pakaian Pengantin Pria


  • Selendang yang digunakan pada bahu pria
  • Destar pengikat kepala sebagai lambang kebesaran/kehormatan disertai dengan mahkota kepala pria yang terdiri dari tiga tiang terbuat dari emas.
  • Kalung mutisalak yaitu sebagai mas kawin dengan liontin gong.
  • Sepasang gelang emas
  • Ikat pinggang/sabuk yang memiliki 2 kantong pengganti dompet/tas
  • Habas/perhiasan leher terbuat dari emas
Pakaian Pengantin Wanita


  • Sarung wanita yang diikat bersusun dua pada pinggul dan sedada
  • Pending (ikat pinggang terbuat dari emas).Gelang emas dan gading yang dipakai pada upacara adat/perkawinan
  • Muti salak/kalung dan liontin dari emas
  • Mahkota kepala wanita dan tusuk konde berbentuk uang koin/sovren/ uang emas pada zaman dahulu
  • Anting/giwang emas bermata putih/berlian
  • Sanggul wanita berbentuk bulat diatas/puncak kepala wanita
C. Suku Helong

Helong atau Halong sebuah suku yang mendiami pulau Semau atau pulau Timau. Suku Helong berasal dari Pulau Ambon. Helong sebenarnya berasal dari kata Halong, yang oleh orang yang tinggal disana susah untuk menyebutkan kata Halong dan lebih senang menyebutkannya menjadi Helong. Helong atau Halong adalah sebuah pulau di Ambon (Maluku) tempat dimana Suku Helong berasal.


Pakaian Adat Pria Helong
  • Selimut Helong besar diikat pada pinggang ditambah dengan selimut kecil
  • Kemeja pria (baju bodo)
  • Destar pengikat kepala
  • Muti leher atau habas
Pakaian Adat Wanita Helong
  • Sarung diikat pada pinggang ditutup dengan selendang penutup
  • Pending/ikat pinggang emas
  • Kebaya Wanita
  • Muti salak/muti leher dengan mainan berbentuk bulan
  • Perhiasan kepala bulan sabit/bula molik
  • Giwang (karabu)
D. Suku Dawan
Suku Dawan mendiami sebagian wilayah Kabupaten Kupang atau Amarasi, Amfoang, Kupang Timur dan Tengah atau Kabupaten Timor, Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan sebagian Kabupaten Belu ( bagian perbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara).


Pakaian Adat Pria Amarasi
  • Selimut besar pria diikat pada pinggang ditambah dengan selimut penutup dan selendang
  • Ikat pinggang pria
  • Kemeja pria (baju bodo)
  • Kalung habas emas berbandul gong
  • Muti salak
  • Ikat kepala atau destar dikombinasi dengan hiasan tiara
  • Gelang Timor 2 buah
Pakaian Adat Wanita Amarasi
  • Sarung diikat pada pinggang
  • Selendang penutup dan pending
  • Kebaya wanita
  • Kalung muti salak, habas dan gong (liontin)
  • Hiasan kepala bulan sabit
  • Tusuk konde koin 3 buah dan sisir emas
  • Giwang (karabu)
  • Gelang kepala ular 2 buah (sepasang)
 4. Bangka Belitung
Untuk Pakaian adat pengantin wanita Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung berupa baju kurung merah, dimana baju adat ini biasanya terbuat dari bahan kain sutra ataupun dari bahan beludru yang mana pada jaman dulu sering disebut dengan baju Seting dan untuk kain yang dikenakan berupa kain bersusur ataupun kain lasem atau biasa disebut dengan nama kain cual. Kain cual ini merupakan kain tenun asli yang berasal dari Mentok. Pada bagian kepalanya menggunakan mahkota yangbiasanya dinamakan dengan "Paksian". Sedangkan untuk mempelai pria nya akan mengenakan "Sorban" atau kalau dalam masyarakat setempat disebut di sebuat dengan Sungkon.

Untuk busana pengantin kaum perempuan yang ada di sini, menurut keterangan dari orang tua-tua yang berasal dari Cina, konon ada ceritanya tersendiri. Menurut cerita waktunitu ada saudagar yang berasal dari Arab yang datang ke negeri Cina, Tujuannya adalah untuk berdagang dan juga untuk menyiarkan agama Islam. saudagar ini kemudian jatuh cinta dengan seorang gadis Cina. Selanjutnya mereka melangsungkan upacara perkawinan dengan gadis Cina tersebut, Dan pada acara perkawinan inilah kedua mempelai ini memakai pakaian adat masing-masing.

Karena waktu itu banyak sekali orang-orang yang berasal dari Cina dan Arab yang datang untuk merantau ke wilayah pulau Bangka terutama ke Kota Mentok. Waktu itu Kota Mentok ini sebagai pusat pemerintahan. Dan pada saat itu diantaranya ada yang telah melakukan upacara perkawinan maka banyak sekali masyarakat pulau Bangka yang meniru pakaian tersebut. Pakaian untuk pasangan pengantin ini pada akhirnya di sebut dengan nama pakaian "Paksian"  
5. Banjarmasin

Busana Pengantin Banjar adalah jenis busana pengantin suku banjar yang terdiri 4 macam yaitu :
  1. Bagajah Gamuling Baular Lulut, yaitu suatu jenis busana pengantin klasik yang berkembang sejak zaman kerajaan Hindu yang ada di Kalimantan Selatan. Pengantin wanita hanya memakai kemben yang disebut udat.
  2. Baamar Galung Pancar Matahari, yaitu suatu jenis busana pengantin yang berkembang sejak zaman munculnya pengaruh agama Islam dan kerajaan Islam yang ada di Kalimantan Selatan. Amar artinya mahkota kecil yang dipakai pengantin wanita, di Sumatera disebut sunting.
  3. Babaju Kun (Hwa Kun) Galung Pacinan, yaitu suatu jenis busana pengantin yang mencerminkan masuknya pengaruh pedagang Gujarat dan China di Kalimantan Selatan. Model ini mirip dengan busana pengantin Betawi dan pengantin Semarang.
  4. Babaju Kubaya Panjang, yaitu suatu jenis busana pengantin yang menggunakan kebaya panjang.
6. Banten
 Baduy adalah sebutan bagi suku di Banten. Baduy merupakan ciri khas bagi sebuah suku Banten. Baduy di Banten memiliki dua suku, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Pakaian adatnya sama, hanya saja warna yang menjadi ciri khas berbeda. Baduy Dalam sering mengenakan pakaian adat berwarna putih yang melambangkan kesucian. Sementara Baduy Luar mengenakan pakaian adat berwarna hitam.
Para pria Baduy Dalam memakai baju lengan panjang yang disebut jamang sangsang karena mereka mengenakannya hanya disangsangkan atau dilekatkan di badan. Desain baju sangsang hanya dilubangi pada bagian leher sampai bagian dada. Potongannya tidak memakai kerah, tidak pakai kancing dan tidak memakai kantong baju. Warna busana mereka umunnya adalah serba putih.
Pakaian yang dijahit sangat sederhana, bajunya tidak terdapat kancing. Selain itu juga, masyarakat Baduy mengenakan ikat kepala berwarna putih atau hitam. Ikat kepala ini berfungsi sebagai penutup rambut mereka yang panjang, kemudian dipadukan dengan selendang. Pakaian adat mereka lebih sederhana, dan lebih mengutamakan pendekatan alam, baik dari karakter busananya maupun warna polos yang dikenakan.
Pembuatannya hanya menggunakan tangan, tidak boleh dijahit dengan mesin. Bahan dasarnya pun harus terbuat dari benang kapas asli yang ditenun. Bagian bawahnya menggunakan kain sarung warna biru kehitaman, yang hanya dililitkan pada bagian pinggang. Agar kuat dan tidak melorot, sarung tadi diikat dengan selembar kain.
Adapun pakaian Baduy Luar, mereka mengenakan baju kampret berwarna hitam. Ikat kepalanya juga berwarna biru tua dengan corak batik. Desain bajunya terbelah dua sampai ke bawah, seperti baju yang biasa dipakai khalayak ramai. Sedangkan potongan bajunya mengunakan kantong, kancing dan bahan dasarnya tidak diharuskan dari benang kapas murni.
Cara berpakaian suku Baduy Luar Panamping memamg ada sedikit kelonggaran bila dibandingkan dengan Baduy Dalam. Terlihat dari warna, model ataupun corak busana Baduy Luar menunjukan, bahwa kehidupan mereka sudah terpengaruh oleh budaya luar. Pakaian bagi kalangan pria Baduy adalah amat penting. Bagi masyarakat Baduy Dalam maupun Luar biasanya jika hendak bepergian selalu membawa senjata berupa golok yang diselipkan di balik pinggangnya serta dilengkapi dengan membawa tas kain atau tas koja yang dicangklek di pundaknya.
Sedangkan pakaian yang dikenakan kaum perempuan Baduy Dalam maupun Baduy Luar tidak terlalu menampakkan perbedaan yang mencolok. Model, potongan dan warna pakaian, kecuali baju adalah sama. Mereka mengenakan busana semacam sarung warna biru kehitam-hitaman dari tumit sampai dada. Busana seperti ini biasanya dikenakan untuk pakaian sehari-hari di rumah.
Bagi wanita yang sudah menikah, biasanya membiarkan dadanya terbuka secara bebas, sedangkan bagi para gadis buah dadanya harus tertutup. Untuk pakaian bepergian, biasanya wanita Baduy memakai kebaya, kain tenunan sarung berwarna biru kehitam-hitaman, karembong, kain ikat pinggang dan selendang. Warna baju untuk Baduy Dalam adalah putih dan bahan dasarnya dibuat dari benang kapas yang ditenun sendiri.
 7. DKI Jakarta
Pakaian adat Betawi banyak dipengaruhi oleh berbagai negara lain. Hal itu dikarenakan Betawi adalah pencampuran budaya dari berbagai negara. Ada beberapa macam pakaian Betawi yang ada saat ini diantaranya adalah pakaian adat Betawi sehari-hari untuk laki laki adalah baju Koko atau disebut Sadariah. Baju Koko Betawi berwarna polos, memakai celana batik berwarna putih atau hitam, memakai selendang yang dipakai dipundak dan peci hitam sebagai identitas Kebetawian. Pakaian adat untuk perempuan yang dipakai sehari-hari yaitu baju kurung berlengan pendek, kain sarung batik, kerudung.
Selain itu, ada juga pakaian adat untuk pengantin laki-laki masyarakat Betawi yang dipengaruhi oleh kebudayaan Arab, Melayu dan Cina yaitu Dandanan care haji. Pakaian ini adalah jubah dan tutup kepala dan diadaptasi dari pakaian haji. Jubah terbuat dari bahan beludru sedangkan tutup kepala terbuat dari sorban yang disebut juga alpie. Untuk pakaian pengatin perempuan di Betawi disebut rias besar dandanan care none pengantin cine. Pakaian ini juga sedikitnya mirip dengan pakaian pengantin perempuan di Cina. Pakaian pengantin yang dipakai oleh kalangan bangsawan di Cina.
Bahan pakaian pengantin perempuan rias besar dandanan care none pengantin cine adalah baju yang dikenakan blus, bawahannya adalah rok berwarna gelap. Pelengkap pakaian ini adalah bagian kepala dirias dengan tambahan kembang goyang dengan motif hong dengan sanggul palsu dan cadar sebagai penutup setengah wajah. Selain itu perhiasan juga menjadi asesoris pakaian pengantin perempuan seperti manik-manik dan gelang.
  8. Jawa Timur
 Secara sekilas pakaian adat Jawa Timur mirip dengan pakaian adat Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan pengaruh kebudayaan dan adat Jawa Tengah sangat banyak.
Namun tetap berbeda, pakaian adat Jawa Tengah mengambarkan  perilaku orang Jawa Tengah yang santun yang berbalut filosofi dalam kain batik.
Sedangkan pada Pakaian adat Jawa Timur mencerminkan ketegasan dan kesederhanaan kebudayaan Jawa Timur.

 Selain itu yang membedakan pakain adat Jawa Timur dengan Jawa Tengah adalah penutup kepala yang dipakai atau Odheng. Arloji rantai danf sebum dhungket atau tongkat.
Pakaian adat Jawa Timur biasa disebut dengan Mantenan. Karena biasanya  dipakai pada saat acara perkawinan oleh masyarakat jawa Timur.Selain busana Mantenan, pakaian khas Madura juga termasuk pakain adat Jawa Timur.
Pakaian khas Madura biasa disebut pesa’an. Pakaian ini terkesan sederhana karena hanya berupa kaos bergaris merah putih dan celana longgar. Untuk wanita biasa menggunakan kebaya.
Ciri khas dari kebaya adalah penggunaan kutang polos dengan warna cerah yang mencolok. Sehingga keindahan tubuh si pemakai akan terlihat jelas.
Hal ini merupakan nilai budaya Madura yang sangat menghargai keindahan tubuh. Bukan sebagai sarana pornografi.
Warna – warna yang mencolok dan kuat yang dipakai dalam busana Madura mennjukan karakter orang Madura yang tidak pernah ragu – ragu, berani, terbuka dan terus terang.
Sedangkan untuk para bangsawan menggunakan jas tutup polos dengan kain panjang. Lengkap dengan odeng yang menunjukan derajat kebangsawanan seseorang.

 9. Kalimantan Timur
  foto.ureport.news.viva.co.id

Orang Kalimantan Timur (Kaltim) biasanya mengenakan pakaian khas mereka bergantung fungsi dan penggunaan. Pakaian yang dikenakan untuk bepergian berbeda dengan pakaian sehari-hari. Apalagi pakaian untuk acara dan upacara-upacara tertentu. Begitu pula pakaian yang dikenakan untuk menari pun berbeda dengan pakaian lainnya. Pakaian adat yang dimiliki masyarakat Kaltim biasa dikenakan pada saat upacara, perkawinan, tarian, dan sebagainya.
Pada jaman Kesultanan Kutai Kartanegara (1300-1325), ketika upacara adat masih dilaksanakan, pakaian adat tradisional masih ketat diterapkan di kerajaan. Pakaian adat tersebut dikenakan pada saat peringatan hari nobat raja, perkawinan putra putri raja, saat diadakan adat erau atau pesta kerajaan, serangkaian upacara adat seperti adat mendirikan ayu, adat bepelas, adat menurunkan naga, adat menari ganjur dan lainnya. Tarian ganjur merupakan tarian setelah perlaksanaan upacara adat erau.
Pakaian adat saat upacara adat bepelas tersebut terdiri dari tutup kepala atau kopiah yang kiri kanannya berkancing emas, baju palembangan berkerah yang kancingnya dari emas sebanyak lima buah, bercelana sekoncong yang agak lebar, dan berselop sebagai alas kakinya. Baju palembangan tersebut terbuat dari bahan sutera berkembang-bekembang, dan memakai kain dodot. Para perempuan juga mesti mengenakan pakaian adat yang telah ditentukan, dilarang memakai pakaian bebas.
Adapun saat pelaksanaan adat menari ganjur mengenakan pakaian adat yang teridiri dari tutup kepala sejenis daster yang dinamakan bolang, yang terdiri dari tiga warna atau lebih. Warna-warna tersebut mengandung makna, bahwa semakin banyak warna yang dipakai, semakin tinggi derajat si pemakainya. Lalu baju yang dikenakan adalah potongan teluk belanga satin berwarna hijau dan kuning muda, bercelana panjang yang warnanya sama dengan baju, di luar celana dikenakan dodot rambu. Dodot rambu adalah kain panjang yang diberi hiasan berumbai-rumbai benang emas. Bagian depan dodot rambu ujungnya dipasang di atas lutut, sementara bagian belakang sampai ke tumit.
Dalam serangkaian acara tersebut, para pembesar kerajaan, keluarga raja, pangkon, dan para tamu mengenakan pakaian adat tradisional yang telah ditentukan oleh raja secara turun temurun. Setiap warga Kutai patuh dan taat mengikuti aturan tersebut. Tidak satupun yang berani melanggar ketentuan adat itu, terutama pada upacara erau kerajaan mesti mengenakan pakaian adat. Masing-masing status di Kutai telah ditentukan pakaian adat tradisionalnya sesuai dengan derajatnya.
Hal tersebut terutama pada upacara adat perkawinan. Mempelai yang berasal dari rakyat biasa akan merasa segan mengenakan pakaian yang dikhususkan untuk mempelai keturunan raja-raja, meskipun rakyat biasa tersebut memiliki kedudukan yang terhormat dalam pergaulan masyarakat. Demikian pula saat menghadiri upacara erau dan lainnya.
Setelah swapraja dihapuskan berdasarkan UU No. 27 Tahun 1959, peraturan adat yang ketat itupun mulai longgar. Sultan tidak lagi memegang kekuasaan dalam pemerintahan. Hal ini berakibat pada upacara erau yang tidak lagi bisa dilaksanakan karena biaya yang amat mahal. Saat ini upacara erau hanya dilaksanakan dalam memperingati hari jadi Kota Tenggarong. Pada upacara inilah masyarakat mengenakan pakaian adat tradisional Kalimantan Timur. Bahkan pakaian adat mereka berbeda-beda karena masyarakat Kaltim berasal dari berbagai suku.
Selain pakaian adat tadi, ada lagi pakaian adat tradisional bernama Kustin. Pakaian ini dipakai oleh suku Kutai dari golongan menengah ke atas pada waktu upacara pernikahan. Istilah kustin sendiri berasal dari kata kostum yang artinya kebesaran, atau yang berarti pakaian kebesaran suku Kutai. Tapi itu dulu pada jaman kerajaan Kutai Kartanegara.
Bahan baju Kustin  dari beledru warna hitam, berlengan panjang dan kerah tinggi. Ujung lengan, kerah serta bagian dada berhias pasmen. Celana yang dikenakan adalah celana panjang, warnanya sama dengan baju. Di luar celananya dipasang dodot rambu. Tutup kepala yang dikenakan adalah kopiah bundar yang dinamakan setorong, tingginya 15 cm, berpasmen yang berwarna keemasan. Bagian depan setorong dihiasi dengan lambang yang berwujud wapen. Hal ini mengandung makna menunjukan kekuasaan seseorang. Alas kakinya mengenakan selop kulit berwarna hitam. Perhiasannya terdiri dari kalung bersusun disematkan di baju bagian dada.
Sementara wanitanya mengenakan sanggul atau gelung Kutai, bentuknya hampir sama dengan sanggul Jawa. Pada puncak bagian belakang dikenakan kelibun yang berwarna kuning, bahannya terbuat dari sutera. Untuk kainnya dipakaikan tapeh berambui, yakni kain panjang berumbai-rumbai benang emas yang diletakan di bagian muka. Bajunya berkerah tinggi dan berlengan panjang. Leher dan bagian depan baju memakai pasmen. Pasmen dan storong berfungsi untuk menunjukan status si pemakainya.

10. Minangkabau

Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang

Lambang kebesaran wanita Minangkabau disebut “Limpapeh Rumah nan gadang”. Limpapeh artinya tiang tengah pada sebuah bangunan dan tempat memusatkan segala kekuatan tiang-tiang lainnya. Apabila tiang tengah ini ambruk maka tiang-tiang lainnya ikut jatuh berantakan. Dengan kata lain perempuan di Minangkabau merupakan tiang kokoh dalam rumah tangga. Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang tidak sama ditiap-tiap nagari, seperti dikatakan “Lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain bilalangnyo”. Namun pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang mempunyai sifat umum yang akan kita kemukakan dalam tulisan ini.

Baju Batabue (Baju Bertabur)

Baju bertabur maksudnya naju yang ditaburi dengan benang emas. Tabur emas ini maksudnya kekayaan alam Minangkabau. Pakaian bertabur dengan benang emas bermacam-macam ragam mempunyai makna bercorak ragamannya masyarakat Minangkabau namun masih tetap dalam wadah adat Minangkabau.

Minsie

Minsie adalah bis tepi dari baju yang diberi benang emas. Pengertian minsie ini untuk menunjukkan bahwa demokrasi Minangkabau luas sekali, namun berada dalam batas-batas tertentu di lingkungan alur dan patut.

Tingkuluak (Tengkuluk)

Tengkuluk merupakan hiasan kepala perempuan yang berbentuk runcing dan bercabang. Pengertiannya adalah Limpapeh Rumah Nan Gadang di Minangkabau tidak boleh menjunjung beban atau beban yang berat.

Lambak atau Sarung

Sarung wanitapun bermacam ragam, ada yang lajur ada yang bersongket dan ada yang berikat. Sarung untuk menutup bagian tertentu sehingga sopan dan tertib dipandang mata. Tentang susunannya sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi suatu daerah. Oleh karena itu ada yang berbelah di belakang, ada yang dimuka dan ada yang disusun dibelakang.

Salempang

Pengertian yang terkandung pada salempang ini adalah untuk menunjukkan tanggung jawab seorang Limpapeh Rumah Nan Gadang terhadap anak cucunya dan waspada terhadap segala sesuatu, baik sekarang maupun untuk masa yang akan datang.

Dukuah (Kalung)

Kalung yang dipakai oleh Limpapeh Rumah Nan Gadang tiap nagari dan Luhak di Minangkabau bermacam-macam. Ada yang disebut kalung perada, daraham, cekik leher, kaban, manik pualam dan dukuh panyiaram. Dukuh melambangkan bahwa seorang Limpapeh selalu dalam lingkaran kebenaran, seperti dukuh yang melingkar di leher. Dukuh juga melambangkan suatu pendirian yang kokoh dan sulit untuk berubah atas kebenaran. Hal ini dikemukakan “dikisabak dukuah dilihia, dipaliang bak cincin di jari”.

Galang (Gelang)

Terhadap gelang ini dikiaskan “Nak cincin galanglah buliah”(ingin cincin gelang yang dapat)”. Maksudnya rezeki yang diperoleh lebih dari yang diingini. Gelang adalah perhiasan yang melingkari tangan dan tangan dipergunakan untuk menjangkau dan mengerjakan sesuatu. Terhadap gelang ini diibaratkan bahwa semuanya itu ada batasnya. Terlampau jangkau tersangkut oleh gelang. Maksudnya dalam mengerjakan sesuatu harus disesuaikan dengan batas kemampuan. Menurut ragamnya gelang ini ada yang disebut “galang bapahek, galang ula, kunci maiek, galang rago-rago, galang basa”.

Palaminan

Pelaminan adalah tempat kedudukan orang besar seperti raja-raja dan penghulu. Pada masa dahulu hanya dipakai pada rumah adat namun sekarang juga dipakai pada pesta perkawinan. Hal ini mungkin disebabkan marapulai dan anak dara sebagai raja dan ratu sehari. Perangkatan pelaminan mempunyai kaitan dengan hidup dan kehidupan masyarakat adat Minangkabau. Dahulu memasang pelaminan pada sebuah rumah harus dengan seizin penghulu adat dan harus memenuhi ketentuan-ketentuan adat yang berlaku. Pelaminan mempunyai bahagian-bahagian dan semuanya saling melengkapi.

Busana tradisional pria Minang

Pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dimaksud dengan pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan ethos kebudayaan suatu masyarakat. Dengan melihat pakaian seseorang, orang akan mengatakan bahwa orang tsb dari daerah sana, dan ini akan lebih jelas bila ada pawai Bhinneka Tunggal Ika. Jadi pakaian adat mewakili masyarakat dan adat sesuatu daerah membedakannya dengan adat daerah lain. Sehubungan dengan hal tsb, maka yang akan dikemukakan dalam tulisan ini adalah pakaian adat yang biasa dipakai oleh pemangku adat dan kaum wanita di Minangkabau yang disebut juga dengan pakaian kebesaran.

Pakaian Penghulu

Pakaian Penghulu merupakan pakaian kebesaran dalam adat Minangkabau dan tidak semua orang dapat memakainya. Di samping itu pakaian tersebut bukanlah pakaian harian yang seenaknya dipakai oleh seorang penghulu, melainkan sesuai dengan tata cara yang telah digariskan oleh adat. Pakaian penghulu merupakan seperangkat pakaian yang terdiri dari

Destar

Deta atau Destar adalah tutup kepala atau sebagai perhiasan kepala tutup kepala bila dilihat pada bentuknya terbagi pula atas beberapa bahagian sesuai dengan sipemakai, daerah dan kedudukannya. Deta raja Alam bernama “dandam tak sudah” (dendam tak sudah). Penghulu memakai deta gadang (destar besar) atau saluak batimbo (seluk bertimba). Deta Indomo Saruaso bernama Deta Ameh (destar emas). Deta raja di pesisir bernama cilieng manurun (ciling menurun). Destar atau seluk yang melilit di kepala penghulu seperti kulit yang menunjukkan isi dengan pengertian destar membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu. Destar mempunyai kerut, merupakan banyak undang-undang yang perlu diketahui oleh penghulu dan sebanyak kerut dester itu pulalah hendaknya akal budi seorang penghulu dalam segala lapangan. Jika destar itu dikembangkan, kerutnya mesti lebar. Demikianlah paham penghulu itu hendaklah lebar pula sehingga sanggup melaksanakan tugasnya sampai menyelamatkan anak kemenakan, korong kampung dan nagari. Kerutan destar juga memberi makna, bahwa seorang penghulu sebelum berbicara atau berbuat hendaklah mengerutkan kening atau berfikir terlebih dahulu dan jangan tergesa-gesa.

Baju

Baju penghulu berwarna hitam sebagai lambang kepemimpinan. Hitam tahan tapo, putiah tahan sasah (hitam tahan tempa, putih tahan cuci). Dengan arti kata umpat dan puji hal yang harus diterima oleh seorang pemimpin. Dengan bahasa liris mengenai baju ini dikatakan “baju hitam gadang langan, langan tasenseng bukan dek bangih, pangipeh angek nak nyo dingin, pahampeh gabuek nak nyo habih (baju hitam besar lengan, lengan tersinsing bukan karena marah, pengipas hangat supaya dingin, pengipas debu supaya habis). Lengan baju diberi benang makau, benang besar diapit oleh benang kecil yang mempunyai pengertian orang besar mempunyai pengiring. Mengenai leher besar mempunyai pengiring. mengenai leher baju dikatakan lihie nan lapeh tak bakatuak, babalah hampie ka dado (leher yang lepas tidak berkatuk, berbelah hampir kedada) yang mempunyai arti seorang penghulu alamnya lapang buminya luas. Gunuang tak runtuah dek kabuik, lawuik tak karuah dek ikan, rang gadang martabatnyo saba, tagangnyo bajelo-jelo, kaduonyo badantiang-dantiang, paik manih pandai malulua, disitu martabat bahimpunnyo (gunung tidak runtuh karena kabut, laut tidak keruh karena ikan. Orang besar martabatnya besar, tegangnya berjela-jela, kendurnya berdenting-denting, pahit manis pandai melulur, disana martabat berhimpunnya). Pengertian yang terkandung didalamnya adalah seorang penghulu yang tidak goyah wibawa dan kepemimpinannya dalam menghadapi segala persoalan dan dia harus bijaksana dalam menjalankan kepemimpinannya.

Sarawa

Ungkapan adat mengenai sarawa ini mengatakan “basarawa hitan gadang kaki, kapanuruik alue nan luruih, kapanampuah jalan pasa dalam kampung, koto jo nagari, langkah salasai jo ukuran (bercelana hitam besar kaki, kepenurut alur yang lurus, kepenempuh jalan yang pasar dalam kampung, koto dan nagari langkah selesai dengan ukuran). Celana penghulu yang besar ukuran kakinya mempunyai pengertian bahwa kebesarannya dalam memenuhi segala panggilan dan yang patut dituruti dalam hidup bermasyarakat maupun sebagai seorang pemangku adat. Kebesarannya itu hanya dibatasi oleh salah satu martabat penghulu, yaitu murah dan mahal, dengan pengertian murah dan mahal hatinya serta perbuatannya pada yang berpatutan.

Sasampiang (Sesamping)

Sasampiang adalah selembar kain yang dipakai seperti pada pakaian baju teluk belanga. Warna kain sesampiang biasanya berwarna merah yang menyatakan seorang penghulu berani. Sesamping juga biasanya diberi benang makau (benang berwarna-warni) dalam ukuran kecil-kecil yang pengertiannya membayangkan ilmu dan keberanian di atas kebenaran dalam nagari. Keindahan kain menunjukkan hatinya kaya, sentengnya hingga lutut untuk menyatakan bahwa seorang penghulu hatinya miskin di atas yang benar. Pengertian kaya yaitu seorang penghulu berlapang hati terhadap sesuatu perbuatan yang baik yang dilakukan oleh anak kemenakannya. Sebagai contoh ada sesuatu pekerjaan yang dilakukan oleh keponakannya tetapi tidak setahu dia. Karena pekerjaan itu baik maka tidak menghalangi dan malahan ikut menyelenggarakannya.

Cawek (Ikat Pinggang)

Mengenai cawek ini diungkapkan “cawek suto bajumbai alai, saeto pucuak rabuang, saeto jumbai alainyo, jambuah nan tangah tigo tampek. Cawek kapalilik anak kemenakan, panjarek aka budinyo, pamauik pusako datuak, nak kokoh lua jo dalam, nak jinak nak makin tanang, nak lia nak jan tabang jauah. Kabek salilik buhua sentak, kokoh tak dapek diungkai, guyahnyo bapantang tangga, lungga bak dukua di lihia, babukak mako ka ungkai, jo rundiang mako ka tangga, kato mufakaik kapaungkai. Cawek penghulu dalam pakaian adat ialah dari kain dan ada kalanya kain sutera. Panjang dan lebarnya harus sebanding atau lima banding satu hasta dan ujungnya pakai jumbai dan hiasan pucuk rebung. Arti yang terkandung dari cawek ini dapat disimpulkan bahwa seorang penghulu harus cakap dan sanggup mengikat anak kemenakan secara halus dan dengan tenang mendapatkan akal budinya.

Sandang

Sesudah memakai destar dan baju, celana serta sesamping maak dibahu disandang pula sehelai kain yang bersegi empat. Kain segi empat inilah yang disebut sandang. Kain segi empat yang disandang ini dalam kata-kata simbolisnya dikatakan “sandang pahapuih paluah di kaniang, pambungkuih nan tingga bajapuik”, pangampuang nan tacicie babinjek”. Pengertiannya adalah bahwa seorang penghulu siap menerima anak kemenakan yang telah kembali dari keingkarannya dan tunduk kepada kebenaran menurut adat. Begitu juga segala ketinggalan ditiap-tiap bidang moril maupun materil selalu dijemput atau dicukupkan menurut semestinya.

Keris

Penghulu bersenjatakan keris yang tersisip di pinggang. Orang yang tidak penghulu, tidak dibenarkan memakai keris; kecuali menyimpannya. Keris merupakan kebesaran bagi penghulu dan mengandung arti yang mendalam. Pemakaiannya tertentu dengan kelengkapan pakaiannya, letaknya condong ke kiri dan bukan ke kanan yang mudah mencabutnya. Letak keris ini mengandung pengertian bahwa seorang penghulu harus berfikir terlebih dahulu dan jangan cepat marah dalam menghadapi sesuatu persoalan, apalagi main kekerasan. Gambo atau tumpuan punting keris; artinya penghulu adalah tempat bersitumpu bagi anak kemenakan untuk mengadukan sakit senang. Kokoh keris bukan karena embalau, dengan pengertian bahwa yang memberi kewibawaan bagi penghulu, adalah hasil perbuatannya sendiri. Mata keris yang bengkok-bengkok, ada yang bengkoknya dua setengah patah; ada yang lebih. Pengertiannya adalah penghulu harus mempunyai siasat dalam mejalankan tugasnya. Mata keris balik bertimba dan tidak perlu diasah semenjak dibuat dengan pengertian bahwa kebesaran penghulu dan dibesarkan oleh anak kemenakan dan nagari. Tajamnyo indak malukoi, mamutuih indak diambuihkan (tajam tidak melukai, memutus tidak dihembuskan), dengan pengertian seorang penghulu tidak fanatik, tidak turut-turutan kepada paham dan pendapat orang lain, percaya pada diri dan ilmunya. Bahasa lirisnya terhadap keris ini diungkapkan “senjatonyo karih kabasaran sampiang jo cawak nan tampeknyo, sisiknyo tanaman tabu, lataknyo condong ka kida, dikesongkan mako dicabuik. Gambonyo tumpuan puntiang, tunangannyo ulu kayu kamek, bamato baliek tatimbo, tajamnyo pantang malukoi, mamutuih rambuik diambuihkan. Ipuehnyo turun dari langik, bisonyo pantang katawaran, jajak ditikam mati juo, kepalawan dayo urang aluih, kaparauik lahie jo batin, pangikih miang di kampuang, panarah nan bungkuak sajangka, lahia batin pamaga diri patah muluik tampek kalah, patah karih bakeh mati”.

Tungkek (Tongkat)

Tongkat juga merupakan kelengkapan pakaian seorang penghulu. Mengenai tongkat ini dikatakan “Pamenannya tungkek kayu kamek, ujuang tanduak kapalo perak. Panungkek adat jo pusako, barih tatagak nan jan condong, sako nan kokoh diinggiran. Ingek samantaro sabalun kanai, gantang nak tagak jo lanjuangnyo. Tongkat yang dibawa penghulu sebagai kelengkapan pakaiannya bukan untuk menunjukkan penghulu itu tua umur, melainkan seorang penghulu itu yang dituakan oleh kaum, suku dan nagarinya. Dia didahulukan selangkah, ditinggikan seranting.
 
11. Papua
 Pakaian adat pria dan wanita di Papua hampir sama bentuknya. Mereka memakai baju dan penutup badan bagian bawah dengan model yang sama. Mereka juga sama-sama memakai hiasan kepala berupa burung cendrawasih, gelang, kalung, dan ikat pinggang dari manik-manik, serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki. Bentuk pakaian yang terlukis di sini merupakan ciptaan baru. Dengan tombak/panah dan perisai yang dipegang mempelai laki-laki menambah kesan adat Papua.

 12. Sumatera Utara
 

Ulos merupakan pakaian adat dari Sumatera Utara. Ulos adalah kain tenun khas Batak, yang secara harfiah berati selimut yang menghangatkan tubuh; melindungi dari terpaan udara dingin. Ulos bisa merankan berbagai fungsi sandang, sebagai selendang, sarung, penutup kepala, dan lain sebagainya. Hari ini, Ulos masih lestari di lingkungan masyarakat Sumatera Utara. Ulos telah dengan mulus berakulturasi dengan berbagai jenis sandang modern, seperti kemeja dan jas.
Ulos dianggap sebagai peninggalan leluhur orang Batak, yang merupakan bangsa yang hidup di dataran-dataran tinggi pegunugan. Dengan maksud tetap menjaga tubuh tetap hangat, kain Ulos mereka kenakan untuk menghalau dingin selama mereka berladang dan beraktivitas lainnya. Konon, dari tradisi ini juga lahirnya uangkapan bahwa, bagi leluhur orang Batak, ada tiga sumber yang memberi kehangatan pada manusia, yakni matahari, api dan Ulos. Jika sumber panas matahari dan api terbatas oleh ruang dan waktu, maka tidak demikian dengan Ulos, yang bisa memberi kehangatan kapanpun dan dimanapun.
Ulos dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, dari mulai sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain sebagainya. Ulos dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya pada masyarakat Batak Simalungun, Ulos penutup kepala wanita disebut suri-suri, Ulos penutup badan bagian bawah bagi wanita disebut ragipane, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Ulos dalam pakaian pengantin Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut dalihan natolu, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (sarung).
Muhar Omtatok, salah seorang Budayawan Simalungun, berpendapat bahwa, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap (Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian, Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari tren penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.
Sementara, Ulos penutup kepala pada masyarakat Batak Toba dikenal dengan sebutanSorotali.  Sortali itu sendiri adalah ikat kepala yang fungsinya seperti mahkota. Biasanya dibuat dari bahan tembaga yang disepuh dengan emas, lalu dibungkus dengan kani merah. Sortali ini digunakan pada pesta-pesta besar. Sortali digunakan laki-laki dan perempuan. Akan tetapi sama seperti ulos, penggunaan sortali tidak sembarangan dan memiliki aturan sendiri.
Masyarakat Batak Toba mengenal setidaknya 24 jenis Ulos, yakni:
  • 1) Pinunsaan,
  • 2) Ragi idup,
  • 3) Ragi hotang,
  • 4) Ragi pakko,
  • 5) Ragi uluan,
  • 6) Ragi angkola,
  • 7) Sibolang pamontari,
  • 8) Sitolu tuho nagok,
  • 9) Sitolu tuho bolean,
  • 10) Suri-suri na gok,
  • 11) Sirara,
  • 12) Bintang maratur punsa,
  • 13) Ragi huting,
  • 14) Suri-suri parompa,
  • 15) Sitolu tuho najempek,
  • 16) Bintang maratur,
  • 17) Ranta-ranta,
  • 18) Sadun toba,
  • 19) Simarpusoran,
  • 20) Mangiring,
  • 21) Ulutorus salendang,
  • 22) Sibolang resta salendang,
  • 23) Ulos pinarsisi, dan
  • 24) Ulos tutur pinggir.
Bagi sebagian pemakainya, Ulos, atau Uis menurut orang Batak Karo, lebih dari sekedar kain sandang, melainkan benda bertuah yang mengandung unsur-unsur magis. Tak jarang, Ulos dianggap memiliki daya yang mampu memberikan perlindungan pada pemakainya.